Sabtu, 01 Juni 2013

RINGKASAN NASIHAT AKHIR DAUROH ASATIDZAH & DU'AT AHLUS SUNNAH



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
RINGKASAN NASIHAT AKHIR DAUROH ASATIDZAH & DU'AT AHLUS SUNNAH BERSAMA ASY-SYAIKH UTSMAN AS-SAALIMI HAFIZHAHULLAH

Oleh: Al-Ustadz Sofyan Cholid Ruray hafizhahullah.


1. Bertakwalah takwa kepada Allah ta’ala dan takutlah kepada-Nya, sesungguhnya hal itu akan mendorongmu untuk senantiasa taat dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.
            2. Bertakwalah kepada Allah ta’ala dalam menjaga ukhuwah, karena ukhuwah termasuk pondasi agama.
3. Apabila ada seorang da’i Ahlus Sunnah yang datang ke daerah kita untuk berdakwah hendaklah kita membantunya, dan tidak disyaratkan kepadanya untuk meminta izin kepada kita, tapi hendaklah kita membantunya dan mengumpulkan manusia untuk mendengarkan ceramahnya. Dan datangnya dia ke daerah kita hakikatnya adalah pertolongan terhadap dakwah kita. Syaikh Muqbil rahimahullah, apabila datang salah seorang da’i ke salah satu masjid di kota Sho’adah maka beliau sangat senang dan mengumpulkan manusia untuk menghadiri kajiannya. Ahlus Sunnah ghuroba’, jumlah da’i sangat sedikit, mereka sangat dubutuhkan.
             4. Menghadapi berbagai makar musuh dakwah membutuhkan kesabaran dan senantiasa berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah ta’ala dan bermusyawarah dengan ahlul ‘ilmi.
             5. Memperbanyak dan menyibukkan diri dengan ibadah, karena ibadah adalah pondasi keselamatan. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalah Shahih beliau dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

بادروا بالأعمال فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا ويمسي مؤمنا ويصبح كافرا يبيع دينه بعرض من الدنيا

“Bersegerah melakukan amalan-amalan sebelum datang fitnah-fitnah bagaikan potongan-potongan malam yang kelam, pagi harinya seseorang mukmin sore harinya kafir, sore harinya mukmin pagi harinya kafir, ia menjual agamanya dengan sedikit kenikmatan dunia.” [HR. Muslim]
              6. Fitnah (cobaan) terkadang dalam bentuk harta, kenikmatan dunia, kehormatan, kedududukan dan wanita. Tidak boleh merasa aman dari fitnah-fitnah ini, terutama fitnah wanita, jangan merasa aman darinya meskipun ahli ibadah, banyak yang telah terjatuh dalam fitnah ini, bahkan –wal’iyadzubiLlaah- ada yang terjatuh dalam hubungan sejenis. AlhamduliLlaah Ahlus Sunnah berada di atas kebaikan, jauh dari fitnah ini, akan tetapi tetap harus berhati-hati darinya.
               7.Fitnah harta, berhati-hatilah darinya, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لكل أمة فتنة وفتنة أمتي المال

“Setiap umat memiliki fitnah (cobaan), dan fitnah umatku adalah harta.” Janganlah kamu memakan yang haram, seperti yang dilakukan oleh ulama dan ahli ibadah Yahudi. Berhati-hatilah dengan amanah berupa harta kaum muslimin yang dititipkan kepadamu.
Termasuk perkara penting, hendaklah memperhatikan ilmu-ilmu syar’i, jangan menyibukkan diri dengan membantah ahlul bid’ah dan diskusi tentang mereka siang dan malam, inilah yang menyia-nyiakan waktu sebagian pemuda –hadaahumuLlaah-.
               8.Janganlah engkau pergi jauh-jauh berdakwah hanya untuk mentahdzir fulan dan fulan selama dua atau tiga hari, tidak ada ilmu yang engkau sampaikan tentang tiga landasan utama agama (tsalatsatul ushul), atau sebagian masalah fiqh, atau kitab Al-Aqidah Al-Washithiyah, atau kitab Lum’atul I’tiqod, atau Tafsir Juz ‘Amma. Inilah yang paling penting engkau ajarkan, dan mungkin engkau mentahdzir dari kelompok sesat tertentu sekitar seperempat jam, adapun menjadikan isi dauroh seluruhnya atau sebagian besarnya untuk mentahdzir firqoh tertentu, padahal masih banyak masalah-masalah ilmu agama yang lebih dibutuhkan untuk diajarkan, maka ini termasuk sebab kemunduran (dari ilmu).
                9.Syaikh Muqbil rahimahullah pernah keluar berdakwah ke Shon’a dan beliau mengatakan kepada hadirin untuk tidak bertanya tentang hizbiyin, tidak pula tentang Ikhwanul Muslimin, hal itu juga demi agar tidak lebih menguatkan tuduhan hizbiyun bahwa Ahlus Sunnah kerjaannya hanya berbicara tentang fulan dan fulan.
              10.  Jika engkau berdakwah di suatu kota, atau kampung, atau masjid tertentu, maka sibukkan dengan ilmu, adapun permasalahan hizbiyin maka serahkan kepada yang lebih berilmu dalam membantah mereka, seperti Al-Akh Al-Fadhil (Al-Ustadz) Dzulqarnain dan yang lainnya hafizhahumuLlaah. Jika terdapat masalah di satu negeri bermusyawarahlah dengan beliau (Ustadz Dzulqarnain) dan juga bermusyawarahlah dengan para Masyaikh meskipun di luar negeri.
               11. Dan tidak mengapa kepada para thullaabul’ilm engkau ingatkan dari prinsip-prinsip hizbiyin, adapun kepada manusia secara umum hendaklah engkau tanamkan prinsip-prinsip ilmu syar’i, inilah pelajaran manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu manhaj yang dibangun di atas dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman Salaf, engkau ajarkan Al-Qur’an, Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, kitab-kitab Sunan, Musnad Ahmad dan kitab-kitab para ulama lainnya. Tidaklah manhaj itu hanya berbicara tentang ahlul bid’ah, mentahdzir dari fulan dan fulan, bahkan yang paling utama adalah tentang agamamu, bukan tentang orang lain.
           12.Al-Jarhu wat Ta’dil adalah fardhu kifayah, apabila sebagian orang telah melakukannya maka jatuhlah kewajiban itu dari sebagiannya. Dan tidaklah banyak yang melakukan jarh wa ta’dil kecuali para ulama besar, oleh karena itu para ulama kita ada yang dinamakan dengan aimmatul jarhi wat ta’dil, apakah ada penuntut ilmu pemula berbicara tentang jarh dan ta’dil!?
         13,Mereka dinamakan imam-imam jarh wa ta’dil karena ketakwaan dan ilmu yang ada pada mereka. Perhatikanlah Imam besar jarh wa ta’dil: Ibnu Abi Hatim Ar-Rozi rahimahullah suatu ketika mendengarkan ucapan imam besar jar wa ta’dil lainnya yaitu: Ibnu Ma’in, beliau berkata:

إنا لنتكلم بقوم لعلهم قد وضعوا رحالهم في الجنة

“Sesungguhnya kita berbicara tentang suatu kaum, yang bisa jadi telah memiliki tempat tinggal di surga.” Maka Ibnu Abi Hatim pun gemetar, sehingga jatuh kitab yang ada dalam genggamannya. Jadi permasalahannya tidak ringan wahai Ikhwan, berbicara tentang ahlul il’mi, atau para da’i Ahlus Sunnah, atau kaum muslimin secara umum, bukan perkara ringan. Kami membenci ahlul bid’ah, akan tetapi berbicara tentang seorang muslim perlu ta’anni (kehati-hatian, jangan tergesa-gesa), tatsabbut (benar-benar memastikan), dan perlu dipelajari kapan saat yang tepat diucapkannya. Oleh karena itu Syaikh Muqbil rahimahullah melarang kebanyakan murid-muridnya untuk berbicara tentang hizbiyun, beliau mengatakan, cukuplah aku yang berbicara. Sibukkan diri kalian dengan ilmu.
 14.Bersabarlah dalam menuntut ilmu dan menghadapi berbagai macam rintangannya. Tolonglah agama Allah dengan hartamu, dengan ilmumu, dengan kedudukanmu, semoga Allah ta’ala membalasmu dengan kebaikan.

[Ini adalah ringkasan secara makna, tidak sama persis 100 % dengan lafaz Syaikh. Adapun rekaman lafaz nasihat Syaikh secara lengkap insya Allah ta'aka akan diupload oleh Panitia Dauroh, dan khusus nasihat akhir Syaikh insya Allah ta'ala akan ditranskrip]

Semoga Bermanfaat ! Baarakallahufiykum..

Tidak ada komentar: